RADARNALAR.SITE – NEW DELHI/WASHINGTON, 6 Agustus – Setelah lima putaran negosiasi perdagangan yang intens, pejabat India sempat optimis akan kesepakatan besar dengan Amerika Serikat, bahkan memberi sinyal kepada media bahwa tarif bisa dibatasi hanya 15%.
Namun hingga batas waktu 1 Agustus, pengumuman dari Presiden AS Donald Trump tak kunjung datang. Kini, India menghadapi tarif 25% atas berbagai barang ekspornya ke AS dan ancaman sanksi atas impor minyak dari Rusia, sementara Trump menjalin kesepakatan yang lebih baik dengan Jepang dan Uni Eropa, bahkan menawarkan syarat menguntungkan ke Pakistan.
Menurut wawancara eksklusif dengan beberapa pejabat India dan AS, kegagalan ini disebabkan oleh salah kalkulasi politik, sinyal diplomatik yang terlewat, serta ketegangan dalam isu-isu sensitif seperti pertanian dan produk susu.
India sebelumnya memberi konsesi besar, termasuk tarif nol untuk 40% barang industri AS, penurunan tarif mobil dan alkohol, serta komitmen untuk meningkatkan impor energi dan pertahanan dari AS.
Namun, menurut pejabat Gedung Putih, konsesi itu belum cukup. Trump menginginkan kesepakatan besar yang mencakup investasi, pembelian besar-besaran, dan akses pasar yang luas – seperti yang diberikan negara lain.
Contohnya, Korea Selatan berhasil mengamankan tarif 15% dengan investasi $350 miliar dan tambahan impor energi serta konsesi untuk beras dan daging sapi.
Selain faktor teknis, negosiasi India-AS juga terhambat oleh kurangnya komunikasi langsung antara Trump dan Modi. Hal ini berbeda dengan kesepakatan lain yang dicapai dengan komunikasi presiden langsung, seperti dengan Vietnam dan Indonesia.
Pernyataan Trump yang berulang soal konflik India-Pakistan juga memperburuk suasana, membuat Modi enggan ambil risiko diplomatik lebih jauh.
Kini, dengan tarif 25% mulai berlaku dan Trump mengancam akan menaikkan lagi secara “substansial”, India menghadapi krisis perdagangan yang menurut pejabat India sendiri “seharusnya bisa dihindari”.
Namun harapan belum pupus. Delegasi AS dijadwalkan ke Delhi akhir bulan ini. Pemerintah India tengah mengkaji ulang konsesi di sektor pertanian dan peternakan sapi perah, serta kemungkinan pengurangan pembelian minyak Rusia bila harga pasokan AS sesuai.
Menurut Mark Linscott, mantan Perwakilan Dagang AS, langkah krusial selanjutnya adalah komunikasi langsung tingkat kepala negara:
“Angkat telepon. Saat ini kita berada dalam posisi saling merugikan. Tapi potensi kesepakatan saling menguntungkan masih nyata.”